CERPEN SEJARAH: UMMUL MU'MININ SHAFIYAH BINTI HUYAY BIN AKHTAB; Tawanan yang Menjadi Istri Ke- 11 Nabi Muhammad SAW


   UMMUL MU'MININ SHAFIYAH BINTI HUYAY BIN AKHTAB; Tawanan yang Menjadi Istri Ke- 11 Nabi Muhammad SAW


 Perang Khaibar adalah salah satu perang yang diikuti oleh Nabi Muhammad saw atau disebut juga "Ghazwah" pada tahun ke-7 H /628. Penyebab perang ini adalah orang-orang Yahudi Khaibar melindungi orang-orang Yahudi yang diusir Rasulullah saw dari Madinah, terlebih setelah adanya provokasi dari sebagian kabilah Arab. Perang Khaibar dimenangkan pihak Islam dan kaum Yahudi Khaibar diusir dari tempat tersebut. Keberanian dan kegagahan ,Aly yang berhasil menaklukkan sebagian benteng Khaibar merupakan kunci penting dalam kemenangan yang dicapai kaum muslimin.  Peperangan dalam menaklukkan Khaibar bukanlah peperangan tanpa menelan korban. Yang terbunuh dari kalangan Yahudi berjumlah 93 sementara kaum wanita dan anak-anak mereka ditawan. Diantara wanita yang menjadi tawanan saat itu adalah Shafiyah binti Huyay bin Akhthab. Wanita ini kemudian diminta oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari shahabatnya yang mendapatkannya yaitu Dihyah. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membebaskannya dan menikahi Shafiyah binti Huyay termasuk diantara wanita yang menjadi tawanan perang dalam perang Khaibar. Suaminya tewas dalam pertempuran melawan kaum Muslimin. Ketika peperangan sudah usai dan para tawanan sudah dikumpulkan, salah seorang shahabat yang bernama Dihyah Radhiyallahu anhu mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta agar diberi budak wanita. Menanggapi permintaan shahabatnya ini, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersilahkan Dihyah untuk mengambil yang diinginkannya. Karena dipersilahkan memilih, Dihyah Radhiyallahu anhu memilih Shafiyah binti Huyay. Salah seorang shahabat Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mengetahui pilihan Dihyah Radhiyallahu anhu merasa keberatan dan bergegas menemui Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu melaporkan hal itu kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Mendengar alasan shahabat yang melapor itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil Dihyah dan menyuruhnya membawa serta wanita tawanan yang menjadi pilihannya. Melihat keadaan wanita yang bernama Shafiyah itu, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh Dihyah untuk memilih yang lain. Beliau menawarkan Islam kepada Shafiyah lalu Shafiyah memutuskan masuk Islam. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian membebaskannya dan menikahinya (menjadikanya sebagai UMMUL MU’MININ . Dalam pernikahan itu yang menjadi maharnya adalah pembebasan yang diberikan Rasulullah terhadap Shafiyah Radhiyallahuanha.
       
              Sebelum membahas kisahnya disini aka ada biografi umi shafiyah. Shafiyah binti Huyay (sekitar 610 M - 670 M) adalah salah satu istri ke-11 Muhammad yang berasal dari suku Bani Nadhir. Ketika menikah, ia masih berumur 17 tahun. Ia mendapatkan julukan "Ummul mu'minin". Bapaknya adalah ketua suku Bani Nadhir, salah satu Bani Israel yang bermukim disekitar Madinah. Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab bin Sa’yah bin Amir bin Ubaid bin Kaab bin al-Khazraj bin Habib bin Nadhir bin al-Kham bin Yakhurn, termasuk keturunan Harun bin Imran bin Qahits bin Lawi bin Israel bin Ishaq bin Ibrahim. Ibunya bernama Barrah binti Samaual darin Bani Quraizhah. Shafiyyah dilahirkan sebelas tahun sebelum hijrah, atau dua tahun setelah masa kenabian Muhammad. Shafiyah telah menjanda sebanyak dua kali, karena dia pernah kawin dengan dua orang keturunan Yahudi yaitu Salam bin Abi Al-Haqiq (dalam kisah lain dikatakan bernama Salam bin Musykam), salah seorang pemimpin Bani Qurayzhah, namun rumah tangga mereka tidak berlangsung lama.
Kemudian suami keduanya bernama Kinanah bin Rabi' bin Abil Hafiq, ia juga salah seorang pemimpin Bani Qurayzhah yang diusir Rasulullah. Dalam Perang Khaibar, Shafiyah dan suaminya Kinanah bin Rabi' telah tertawan, karena kalah dalam pertempuran tersebut. Dalam satu perundingan Shafiyah diberikan dua pilihan yaitu dibebaskan kemudian diserahkan kembali kepada kaumnya atau dibebaskan kemudian menjadi isteri Muhammad, kemudian Safiyah memilih untuk menjadi isteri Muhammad.

                        Shafiyah memiliki kulit yang sangat putih dan memiliki paras cantik, menurut Ummu Sinan Al-Aslamiyah, kecantikannya itu sehingga membuat cemburu istri-istri Muhammad yang lain. Bahkan ada seorang istri Muhammad dengan nada mengejek, mereka mengatakan bahwa mereka adalah wanita-wanita Quraisy bangsa Arab, sedangkan dirinya adalah wanita asing (Yahudi). Bahkan suatu ketika Hafshah sampai mengeluarkan lisan kata-kata, ”Anak seorang Yahudi” hingga menyebabkan Shafiyah menangis. Muhammad kemudian bersabda, “Sesungguhnya engkau adalah seorang putri seorang nabi dan pamanmu adalah seorang nabi, suamimu pun juga seorang nabi lantas dengan alasan apa dia mengejekmu?” Kemudian Muhammad bersabda kepada Hafshah, “Bertakwalah kepada Allah wahai Hafshah!” Selanjutnya manakala dia mendengar ejekan dari istri-istri nabi yang lain maka diapun berkata, “Bagaimana bisa kalian lebih baik dariku, padahal suamiku adalah Muhammad, ayahku (leluhur) adalah Harun dan pamanku adalah Musa?”[3] Shafiyah wafat tatkala berumur sekitar 50 tahun, ketika masa pemerintahan Mu'awiyah.
Sejak kecil dia menyukai ilmu pengetahuan dan rajin mempelajari sejarah dan kepercayaan bangsanya. Dari kitab suci Taurat dia membaca bahwa akan datang seorang nabi dari jazirah Arab yang akan menjadi penutup semua nabi. Pikirannya tercurah pada masalah kenabian tersebut, terutama setelah Muhammad muncul di Mekkah. Dia sangat heran ketika kaumnya tidak mempercayai berita besar tersebut, padahal sudah jelas tertulis di dalam kitab mereka sendiri. Demikian juga ayahnya, Huyay bin Akhtab, yang sangat gigih menyulut permusuhan terhadap kaum Muslim.
 Kisah shaffiyah dalam penalukan perang khaibar dan penawaanannya. Menurut kisah ummul mukminin Shafiyah binti Huyai, ketika tentara Muslim membawa kemenangan pertempuran dengan orang-orang Yahudi Khaibar, Huyay bin Akhtab mati terbunuh dalam perang Khaibar. Sementara keadaan dari Shafiyah tertangkap sebagai salah satu tahanan atau tawanan perang.

                         Sifat dusta, tipu muslihat, dan pengecut ayahnya sudah tampak di mata Shafiyyah dalam banyak peristiwa. Di antara yang menjadi perhatian Shafiyyah adalah sikap Huyay terhadap kaumnya sendiri, Yahudi Bani Qurayzhah. Ketika itu, Huyay berjanji untuk mendukung dan memberikan pertolongan kepada mereka jika mereka melepaskan perjanjian tidak mengkhianati kaum Muslim (Perjanjian Hudaibiyah). Akan tetapi, ketika kaum Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut, Huyay melepaskan tanggung jawab dan tidak menghiraukan mereka lagi. Hal lain adalah sikapnya terhadap orang-orang Quraisy Mekah. Huyay pergi ke Mekah untuk menghasut kaum Quraisy agar memerangi kaum Muslim dan mereka menyuruhnya mengakui bahwa agama mereka (Quraisy) lebih mulia daripada agama Muhammad, dan Tuhan mereka lebih baik daripada Tuhan Muhammad. Sampai suatu hari Shadiyah mendengarkan percakapan antara ayah dan pamannya. Disitulah Shafiyah mengetahui bahwa Rasulullah SAW berada dalam pilihan jalan yang benar. Ternyata selama ini kaumnya tidak pernah memberitahukan tentang Nabi Muhammad kepada Shafiyah. Faktor Shafiyah tidak diberitahu adalah karena faktor kedengkian dan iri hati, bukan karena Nabi Muhammad Salah. Kedengkian yang selama kaum Yahudi pendam terhadap Islam dan Nabi merupakan suatu bentuk kejahatan dan penghianatan besar.

                      Walaupun setelah kaum tersebut mengetahui ada bukti nyata pada diri mereka bahwa Nabi Muhammad adalah utusan akhir zaman. Pada pertengahan kedua bulan Muharram tahun 7 H, Rasulullah berangkat bersama segenap pasukan muslim disertai persenjataan dan perlengkapan perang yang lengkap menuju Khaibar. Perang Khandaq telah membuka tabir pengkhianatan kaum Yahudi terhadap perjanjian yang telah mereka sepakati dengan kaum muslimin. Muhammad segera menyadari ancaman yang akan menimpa kaum muslimin dengan berpindahnya kaum Yahudi ke Khaibar kernudian membentuk pertahanan yang kuat untuk persiapan menyerang kaum muslimin.
Setelah perjanjian Hudaibiyah disepakati untuk menghentikan permusuhan selama sepuluh tahun, Muhammad merencanakan penyerangan terhadap kaum Yahudi, tepatnya pada bulan Muharam tahun ketujuh hijriah. Muhammad memimpin tentara Islam untuk menaklukkan Khaibar, benteng terkuat dan terakhir kaum Yahudi. Perang berlangsung dahsyat hingga beberapa hari lamanya, dan akhirnya kemenangan ada di tangan umat Islam. Setelah pertempuran berdarah yang terjadi antara iman dan kekufuran itu berlangsung, perang berakhir dengan kemenangan di pihak kebenaran dan Islam yang mengalahkan kebatilan dan kekufuran. Khaibar pun runtuh, benteng-bentengnya berhasil ditempus dn dihancurkan  , para laki-lakinya terbunuh, dan para wanita menjadi sandera. Harta benda mereka menjadi harta rampasan perang, dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan perang. Salah seorang wanita yang menjadi sandera adalah seorang bangsawan Bani Nadhir, Shafiyah binti Huyai ibn Akhthab. Ia adalah kembang para wanita Khaibar yang paling mulia bagi mereka dan saat itu Sayyidah Shafiyah belum genap berusia 17 tahun. Benteng-benteng mereka berhasil dihancurkan, harta benda mereka menjadi harta rampasan perang, dan kaum wanitanya pun menjadi tawanan perang. Di antara tawanan perang itu terdapat Shafiyyah, putri pemimpin Yahudi yang ditinggal mati suaminya. Para wanita Qumush pun digiring sebagai tawanan. Rombongan itu dipimpin oleh Shafiyah istri Kinanah ditemani oleh seorang saudari sepupunya. Mereka digiring oleh sang muazin Rasulullah, Bilal ibn Rabbah r.a. Bilal membawa para tawanan melewati medan pertempuran yang telah berakhir. Medan itu dipenuhi oleh mayat orang-orang Yahudi yang terbunuh. Saudari sepupu Shafiyah itu pun menjerit dan histeris melihat pemandangan tersebut. la menutup wajahnya, lalu ia lumurkan debu di kepala sambil menjerit sekeras-sekerasnya, meratapi para laki-laki kabilahnya. Sementara itu, Shafiyah hanya terdiam, tetap tenang, dan tampak bersedih. Namun, ia sama sekali tidak bersuara atau meratap sedikit pun. Shafiyah dan saudarinya dibawa menghadap Rasulullah SAW. Saat itu ketenangan menyelimuti wajah Shafiyah yang cantik jelita. Sementara itu, rambut saudari sepupunya tampak tidak karuan dan berlumuran debu dengan baju yang tercabik-cabik. Ia tidak henti-hentinya meratap, menjerit, dan menangis di hadapan Rasulullah SAW.

 Muhammad memahami kesedihan yang dialaminva, kemudian ia bersabda kepada Bilal, “Sudah hilangkah rasa kasih sayang dihatimu, wahai Bilal, sehingga engkau tega membawa dua orang wanita ini melewati mayat-mayat suami mereka?” Muhammad memilih Shafiyyah sebagai istri setelah terlebih dahulu menawarkan untuk memeluk agama Islam kepadanya dan kemudian Shafiyyah menerima tawaran tersebut. Setelah itu, beliau memerintahkan agar Shafiyah digiring ke belakang beliau kemudian beliau melemparkan selendang kepadanya. Itu adalah pertanda bahwa Rasulullah SAW telah memilih Shafiyah untuk diri beliau sendiri. Kaum Muslimin belum mengetahui apakah Rasulullah hendak menikahi Shafiyah ataukah menjadikannya sebagai budak. Namun, setelah beliau memakaikan hijab kepada Shafiyah, mereka pun tahu bahwa beliau telah menikahinya.

Seperti telah dikaji di atas, Shafiyyah telah banyak memikirkan Muhammad sejak dia belum mengetahui kerasulan dia. Keyakinannya bertambah besar setelah dia mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Anas berkata, “Rasulullah ketika hendak menikahi Shafiyyah binti Huyay bertanya kepadanya, ‘Adakah sesuatu yang engkau ketahui tentang diriku?’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku sudah rnengharapkanrnu sejak aku masih musyrik, dan memikirkan seandainya Allah mengabulkan keinginanku itu ketika aku sudah memeluk Islam.” Ungkapan Shafiyyah tersebut menunjukkan rasa percayanya kepada Muhammad dan rindunya terhadap Islam. Ia sudah menginginkan jadi istri Nabi Muhammad sebelum Sayyidah Shafiyah masuk Islam.

Bukti-bukti yang jelas tentang keimanan Shafiyyah dapat terlihat ketika dia memimpikan sesuatu dalam tidurnya kemudian dia ceritakan mimpi itu kepada suaminya. Mengetahui takwil dan mimpi itu, suaminya marah dan menampar wajah Shafiyyah sehingga berbekas di wajahnya. Muhammad melihat bekas di wajah Shafiyyah dan bertanya, “Apa ini?” Dia menjawab, “Ya Rasul, suatu malam aku bermimpi melihat bulan muncul di Yastrib, kemudian jatuh di kamarku. Lalu aku ceritakan mimpi itu kepada suamiku, Kinanah. Dia berkata, ‘Apakah engkau suka menjadi pengikut raja yang datang dari Madinah?’ Kemudian dia menampar wajahku.”

Ibnu Ishaq menuturkan: Abdullah bin Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazir berkata kepadaku, ia berkata aku diberi tahu dari Shafiyyah binti Huyay bin Akhthab bahwa Shafiyyah berkata: "Aku merupakan anak yang paling dicintai oleh ayah dan pamanku Abu Yasir. Apabila aku betemu dengan mereka yang sedang membawa anak-anak mereka pasti keduanya membawaku bersama anak-anak mereka. Ketika Rasulullah Shallalahu 'alaihi wa Sallam tibadi Madinah, dan singgah di Quba' di Bani Amr bin Auf, ayahku Huyay bin Akhthab, dan pamanku, Abu Yasir bin Akhthab menghampiri beliau saat menjelang Shubuh dan mereka berdua tidak pulang ke rumah hingga matahari terbenam. Setelah matahari terbenam, keduanya tiba dengan kondisi malas dan lemas, bingung dan berjalan lunglai. Aku berusaha menyenangkan keduanya sebagaimana biasa aku lakukan. Demi Allah, tak seorang pun dari keduanya menoleh kepadaku, ada perasaan gelisah pada diri mereka berdua. Aku mendengar pamanku, Abu Yasir berkata kepada ayahku, Huyay bin Akhthab: "Apakah memang dia (Rasulullah)?" Ayahku menjawab: "Ya betul, demi Allah." Pamanku, Abu Yasir bertanya kepada ayahku: "Apakah engkau mengetahuinya dan bisa memastikannya?" Ayahku menjawab: "Ya. '" Pamanku, Abu Yasir bertanya kepada ayahku: "Bagaimana perasaanmu terhadapnya?" Ayahku menjawab: "Demi Allah, aku senantiasa memusuhinya selama aku hidup."

Dan berikut ini kisah shafiyyah dengan kinanah. Dalam kisah ummul mukminin Shafiyah binti Huyai, pertempuran berdarah antara Yahudi dan Kaum muslimin akhirnya dimenangkan oleh Kaum Muslim. Saat itu Kinanah (suami dari Shafiyah) tertangkap, lalu pasukan muslim mendesak Kinanah untuk mengatakan dimana gudang kekayaan Khaibar. Awalnya kinanah tidak mengakui, bahkan sempat mengaku bahwa ia tidak mengetahui dimana gudangnya. Rasulullah saw pun bersabda
“Jika terbukti ucapanmu bohong dan kami dapatkan bukti bahwa harta itu terdapat dirumahmu, maka kami akan membunuhmu”
Kinanah pun menjawab “Ya, aku bersedia dibunuh”
Maka ketika Rasulullah saw, menemukan harta itu di rumah kinanah. Maka beliau mengirim Kinanah kepada Muhammad ibnu Salam agar mendapatkan hukum pancung sesuai perbuatannya. Dan itu dilakukan untuk membalas atas terbunuhnya Mahmud Ibnu Salamah.
Rasulullah SAW pun menunggu Shafiyah sampai suci dari haid. Hingga nabi menikah dengan shaffiyya. Muhammad menikahi Shafiyyah dan kebebasannya menjadi mahar perkawinan dengannya. Pernikahan Muhammad dengan Shafiyyah didasari beberapa landasan. Shafiyyah telah memilih Islam serta menikah dengan Muhammad ketika ia memberinya pilihan antara memeluk Islam dan menikah dengan dia atau tetap dengan agamanya dan dibebaskan sepenuhnya. Setelah Rasulullah menikahi Shafiyah, beliau menunggu di Khaibar hingga Shafiyah menjadi tenang. Setelah itu, beliau memboncengkan Shafiyah menuju sebuah rumah di ujung Khaibar yang jaraknya kurang lebih 6 mil dari Khaibar. Rasulullah bermaksud menjadikan Shafiyah sebagai pengantin, tetapi Shafiyah menolak dan tidak mau jika Rasulullah melakukannya.

Penolakan dan keengganan Shafiyah memberatkan Rasulullah. Setelah itu, beliau kembali untuk menyiapkan pasukan dan segera kembali ke sumber cahaya di Madinah al-Munawwarah. Dalam perjalanan itu beliau melewati daerah Shahba. Selanjutnya, beliau perintahkan pasukan agar berhenti dan turun untuk sekadar istirahat di tempat tersebut. Saat itulah, beliau melihat Shafiyah tampak sudah siap menjadi pengantin. Ibnu Ishaq mengatakan bahwa Ummu Sulaim binti Malhan atau Ummu Anas bin Malik 47 mendatangi Shafiyah lalu menyisir rambutnya, merias, dan memakaikan wewangian. Shafiyah pun muncul sebagai seorang pengantin yang cantik dan menawan hingga memesona seluruh mata yang memandang. Bahkan, Ummu Sinan al-Aslamiyah mengatakan bahwa dirinya tidak pernah melihat wanita yang lebih cerah daripada Shafiyah.

Madinah al-Munawwarah begitu bersinar oleh sukacita atas pernikahan Rasulullah SAW. Terselenggaralah walimatul 'ursy (perjamuan makan dalam resepsi pernikahan) yang sangat ramai. Semua orang menikmati suguhan Khaibar yang lezat hingga kenyang. Setelah itu, Rasulullah SAW menemui Shafiyah dengan hati yang masih menyisakan sedikit duka dan tekanan atas penolakan Shafiyah sebelumnya untuk menjadi pengantin beliau. Shafiyah binti Huyai, sang pengantin yang cantik itu, menyambut Rasulullah dengan wajah berseri. Shafiyah berbicara dan menceritakan bahwa pada malam pengantinnya dengan Kinanah ibn Rabi', ia bermimpi melihat rembulan jatuh di pangkuannya. Ketika bangun dari tidurnya, Shafiyah men ceritakan mimpi itu kepada Kinanah. Dengan marah, Kinanah menyahut, "Ini tidak lain karena engkau mengharapkan si raja Hijaz, Muhammad." Selanjutnya, Kinanah menampar wajah Shafiyah dengan keras hingga tamparannya itu masih membekas pada wajahnya.

Rasulullah mendengar cerita Shafiyah itu dengan senang dan dipenuhi pandangan yang penuh simpati disertai belas kasih. Beliau sangat bahagia mendengar cerita Shafiyah dan hendak mendekat kepada Shafiyah, tetapi langkahnya tertahan lalu bertanya, "Mengapa sebelumnya engkau menolak?" Shafiyah, wanita mukmin sejati dan cantik itu menjawab, "Aku mengkhawatirkan engkau jika dekat dengan kaum Yahudi." Isi Wajah Rasulullah segera berbinar dengan senyum yang mulia lalu mendekati Shafiyah dengan hati yang ridha.
Di luar tenda, yang di dalamnya Rasulullah sedang berdua bersama Shafiyah, salah seorang kecintaan Rasulullah SAW, seorang laki-laki dari Anshar yang bernama Abu Ayyub Khalid ibn Zaid berjaga sepanjang malam demi kenyamanan Rasulullah. Pedangnya tidak pernah lepas dari tangan.
Ia menjaga tenda Rasulullah tanpa sepengetahuan beliau. Ketika pagi merekah, Rasulullah mendengar ada suara gerakan di depan tenda. Beliau pun keluar untuk memeriksa,dan ternyata Abu Ayyub berada di luar sana.
Beliau bersabda, "Ada apa denganmu, wahai Abu Ayyub?" Abu Ayyub menjawab, "Wahai Rasulullah, aku mengkhawatirkan dirimu terhadap wanita ini karena ia telah membunuh ayah, suami, dan kaumnya sendiri. Ia adalah wanita yang masih dekat dengan kekufuran hingga aku mengkhawatirkanmu darinya."
Rasulullah SAW kemudian berdoa, "Semoga Allah merahmatimu wahai Abu Ayyub." Beliau juga berdoa, "Ya Allah, lindunginlah Abu Ayyub sebagaimana ia telah begadang demi menjagaku!" . Rasulullah dan para sahabat sudah tiba di Madinah al-Munawwarah. Dalam sebuah hadis, Anas r.a. menceritakan, "Aku melihat unta yang berhenti kemudian Shafiyah turun dan Rasulullah bangkit untuk menghijabnya. Para wanita muslimah melihat hal itu lalu mereka berdoa: 'Semoga Allah menjauhkan wanita Yahudi itu!' Rasulullah SAW tidak membawa sang pengantin baru menemui para istri beliau. Para pelayan pun keluar untuk melihat Shafiyah dan mengumpatnya."
Rasulullah membawa Shafiyah tinggal di rumah seorang sahabat, Faritsah ibn an-Nu'man. Para wanita Anshar mulai berkumpul di sekitar kediaman Haritsah untuk melihat kecantikan Shafiyah dan di antara mereka yang keluar itu adalah Aisyah.
Rasulullah melihat Aisyah dan menunggunya sampai keluar. Ketika bertemu dengan Aisyah, beliau memegang bajunya dan berbicara dengan bergurau. Sambil tersenyum, beliau bertanya, "Apa yang engkau lihat wahai wanita berambut pirang?" Aisyah r.a. menjawab, "Aku melihat seorang wanita Yahudi." Rasulullah SAW bersabda, "Janganlah engkau berkata demikian karena Shafiyah telah masuk Islam dan menjadi muslimah yang baik."
Aisyah kembali pulang. Ia tinggalkan Shafiyah lalu menemui para istri Rasulullah lainnya. Aisyah berjalan dengan penuh kecemburuan dan kejengkelan. Pasalnya, ia pun mengakui akan kecantikan dan keelokan Shafiyah di hadapan para istri yang lain.
Sayyidah Shafiyah binti Huyai telah berpindah ke rumah Rasulullah untuk mengambil tempat di antara para istri Rasulullah lainnya. Sabar dan diam menjadi ciri khas bagi Shafiyah r.a. karena Allah telah memberinya kemuliaan dengan hidup di bawah naungan suami yang paling mulia. Terlebih ketika ia mendengar sindiran Aisyah dan Hafshah yang mengatakan dengan suara keras bahwa dirinya adalah seorang wanita berdarah Yahudi yang di dalam urat nadinya mengalir darah Yahudi.


Selain itu, Shafiyyah adalah putri pemimpin Yahudi yang sangat membahayakan kaum muslim, di samping itu, juga karena kecintaannya kepada Islam dan Muhammad.  Muhammad menghormati Shafiyyah sebagaimana hormatnya ia terhadap istri-istri yang lain. Akan tetapi, istri-istri Muhammad menyambut kedatangan Shafiyyah dengan wajah sinis karena dia adalah orang Yahudi, di samping juga karena kecantikannya yang menawan. Akibat sikap mereka, Muhammad pernah tidak tidur dengan Zainab binti Jahsy karena kata-kata yang dia lontarkan tentang Shafiyyah. Aisyah bertutur tentang peristiwa tersebut, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalam tengah dalam perjalanan. Tiba-tiba unta Shafiyyah sakit, sementara unta Zainab berlebih. Rasulullah berkata kepada Zainab, ‘Unta tunggangan Shafiyyah sakit, maukah engkau memberikan salah satu dan untamu?’ Zainab menjawab, ‘Akankah aku memberi kepada seorang perempuan Yahudi?’ Akhirnya, dia meninggalkan Zainab pada bulan Dzulhijjah dan Muharam. Artinya, dia tidak mendatangi Zainab selama tiga bulan. Zainab berkata, ‘Sehingga aku putus asa dan aku mengalihkan tempat tidurku.” Aisyah mengatakan lagi, “Suatu siang aku melihat bayangan Rasulullah datang. Ketika itu Shafiyyah mendengar obrolan Hafshah dan Aisyah tentang dirinya dan mengungkit-ungkit asal usul dirinya. Betapa sedih perasannya. Lalu dia mengadu kepada Rasulullah sambil menangis. Rasulullah menghiburnya, ‘Mengapa tidak engkau katakan, bagaimana kalian berdua lebih baik dariku, suamiku Muhammad, ayahku Harun, dan pamanku Musa.” Maksud Shafiyah putri seorang nabi adalah nasabnya yang sampai Nabi Harun. Sehingga Nabi Harun terhitung sebagai ayahnya. Dan Nabi Harun merupakan saudara Nabi Musa. Sehingga ia memiliki paman seorang nabi juga. Tentang di bawah naungan nabi. Maksudnya suamimu yang menaungimu pun nabi. Di dalam hadits riwayat Tirmidzi juga disebutkan, “Ketika Shafiyyah mendengar Hafshah berkata, ‘Perempuan Yahudi!’ dia menangis, kemudian Muhammad menghampirinya dan berkata, ‘Mengapa engkau menangis?’ Dia menjawab, ‘Hafshah binti Umar mengejekku bahwa aku wanita Yahudiah.’ Kemudian Muhammad bersabda, ‘Engkau adalah anak nabi, pamanmu adalah nabi, dan kini engkau berada di bawah perlindungan nabi. Apa lagi yang dia banggakan kepadamu?’ Muhammad kemudian berkata kepada Hafshah, ‘Bertakwalah engkau kepada Allah, Hafshah!”.
Suatu hari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beri’tikaf di masjid. Nabi bersama istri-istrinya. Saat mereka pergi, Nabi berkata kepada Shafiyah binti Huyay, “Jangan tergesa-gesa pulang. Akan kuantar engkau.” Rumah Shafiyah berada di tempatnya Usamah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar bersama Shafiyah. Di jalan, Nabi bertemu dua orang Anshar. Keduanya memandang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sesaat lalu terus berjalan. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata pada keduanya, “Kemarilah kalian, ini adalah Shafiyah binti Huyay”. Maka keduanya berkata, “Maha suci Allah, wahai Rasulullah”. Lalu Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya syetan berjalan pada diri manusia lewat aliran darah dan aku khawatir telah timbul suatu perasaan pada diri kalian berdua.” (HR. Al-Bukhari No. 1897 Kitab I’tikaf). Sungguh romantic sekali.
Shafiyah juga merupakan wanita cantik yang mempunyai kecerdikan. Bukti kecerdikannya adalah ketika Shafiyah dimarahi oleh Rasulullah tentang masalah biasa mewarnai kehidupan rumah tangga. Shafiyah mengetahui posisi Aisyah dihati Rasulullah. Sehingga Shafiyah berkata,
“Aisyah, apakah kamu bisa membuat Rasulullah memaafkan saya? Jika ya, kamu boleh ambil giliran saya”
Aisyah menjawab,
“Ya saya bisa ”.
Aisyah pun mengambil sebuah baju ditetesi minyak Za’faran dan Aisyah pun duduk disamping Rasullullah. Seketika beliau bersabda :
“Hai Aisyah, menjauhlah dariku hari ini bukan giliranmu”
Akhirnya Aisyah memberitahukan kisah sebenarnya kepada Rasulullah.  Sampai Rasulullah memutuskan untuk mau memaafkan Shafiyah. Begitulah dengan modal kecerdasan yang dimiliki Shafiyah. Shafiyah berhasil melapangkan Rasulullah dengan mengetahui kedudukan Aisyah di mata Rasulullah saw.

 Sayyidah Shafiyah menyaksikan wafatnya Rasulullah SAW karena ia merupakan salah seorang Ummahatul Mukminin yang berkerumun di sekeliling alas tidur Rasulullah saat beliau sakit. Shafiyah berbicara kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, demi Allah aku ingin jika apa yang engkau alami ini menimpa diriku." Para istri Rasulullah yang lain hanya memejamkan mata. Tidak ada yang membuat mereka bergetar selain sabda beliau : "Bertobatlah!" Mereka pun menjawab, "Dari apa, wahai Rasulullah?" Rasulullah SAW bersabda, "Dari perbuatan kalian yang meremehkan Shafiyah. Demi Allah, ia telah berkata jujur."  Setelah Rasulullah wafat, Shafiyah duduk untuk beribadah dan memahami situasi, ia berusaha ikut andil dalam membangun masyarakat Islam sementara berbagai provokasi tetap menghadangnya dari segala arah. Kecemburuan masih menghantui hati para wanita terhadap dirinya.  Diriwayatkan bahwa seorang budak wanita miliknya datang menghadap kepada Amirul Mukminin Umar ibn Khaththab dan berbicara, "Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya Shafiyah mencintai hari Sabtu dan berhubungan dengan Yahudi."  Umar ibn Khaththab mengirim utusan untuk bertanya kepada Shafiyah tentang kabar tersebut. Shafiyah menjawab, "Adapun hari Sabtu tidaklah aku cintai sejak Allah menggantinya untukku dengan hari Jumat. Adapun dengan kaum Yahudi, sesungguhnya aku memiliki kerabat di antara mereka hingga aku menjalin hubungan dengan mereka."  Setelah Muhammad wafat, Shafiyyah merasa sangat terasing di tengah kaum muslimin karena mereka selalu menganggapnya berasal dan Yahudi, tetapi dia tetap komitmen terhadap Islam dan mendukung perjuangan Muhammad. Ketika terjadi fitnah besar atas kematian Utsman bin Affan, dia berada di barisan Utsman. Selain itu, dia pun banyak meriwayatkan hadits Nabi Demikianlah, Sayyidah Shafiyah hidup dalam tekanan yang terus-menerusdan dalam kesabaran pahit serta ibadah sepanjang masa. Ibadah yang dipahami dari madrasah kenabian yang diajarkan oleh Rasulullah SAW kepadanya. Shafiyah juga ikut andil dalam urusan politik, agama, dan turut aktif dalam memberikan pendapat. Ia juga bercerita tentang sang suami, Rasulullah SAW. Hadis-hadisnya menghiasai semua Kutub as-Sittah dan banyak orang yang meriwayatkan darinya.

 Shafiyah berpulang kepada Allah SWT. pada masa kekhalifahan Mu'awiyah, yaitu pada Tahun 50 H di zaman pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu. Marwan bin Hakam menshalatinya, kemudian jenazahnya dimakamkan di tanah Baqi', di sisi para Ummahatul Mukminin lainnya. Semoga Allah merahmati Ummul Mukminin ash-Shâdiqah al-Aminah al-Muslimah Shafiyah binti Huyai.

Oleh: Alifa Rizka Oktaviani 
(Pengurus HMJ SPI Periode 2019/ 2020; Dep. Informasi dan Komunikasi)